BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PKI
merupakan partai
komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok
dan Uni Soviet.
Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan
pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta
anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta
anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani),
organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih
dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada
bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke
posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi
Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada
era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh
dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus
menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Pada
kunjungan Menlu Subandrio ke
Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai
memberikan 100.000 pucuk senjata chung. Penawaran ini gratis tanpa syarat dan
kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai
meletusnya G30S. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan hasutan
dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para
jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem
"Demokrasi
Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan
Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada
era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
nasionalis dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus
menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
1. Pengertian
dari G 30S PKI
2. Faktor
apa yang menyebabkan adanya G 30S PKI ?
3. Siapa
saja Korban-korban G 30 S PKI
C. Tujuan
Tujuan
Pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah singkat tentang Gerakan G
30 S PKI yang pernah dialami oleh Bangsa Indonesia, juga untuk memenuhi Salah
Satu Tugas Mata Pelajaran di SMK Negeri 7 Garut
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Umum Gerakan 30 September
Gerakan 30
September atau yang sering
disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi
selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha
percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai
Komunis Indonesia.
1.
Angkatan kelima
Pada
kunjungan Menlu Subandrio ke
Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai
menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis
tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan
waktunya sampai meletusnya G30S.
Pada
awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana
mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima
yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak
setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer
dan PKI.
Dari
tahun 1963,
kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan
antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi
polisi dan tentara denga slogan "kepentingan bersama" polisi dan
"rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit
mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan
Agustus 1964,
Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap
sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan
seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya
mereka.
Di
akhir 1964 dan permulaan 1965
ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI.
Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik
tanah.
Bentrokan-bentrokan
tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas
setiap tanah, tidak peduli tanah siapa pun (milik negara=milik bersama).
Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat
dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
Pada
permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak
milik Amerika
Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki
pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer
tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk
kabinet karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat
mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad,
dan lain-lain).
Menteri-menteri
PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno
ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Aidit
memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia
berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat
setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat
Indonesia, termasuk para komunis".
Rezim
Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok
di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka
adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak
lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim
militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di
dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang
bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk
melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah
berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam
batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer,
berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan
dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan
bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan
"angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih
mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk mengecilkan
aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
2.
Isu sakitnya Bung Karno
Sejak
tahun 1964
sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno.
Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno
meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno
hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan
tindakan tersebut.
Tahunya
Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja
dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat.
3.
Isu masalah tanah dan bagi hasil
Pada
tahun 1960
keluarlah Undang-Undang
Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA
terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan
10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada
namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara
para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA,
melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar
Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi
sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk
membersihkannya.
Keributan
antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah)
itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat,
Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di
beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih
setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI
mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).
B.
Faktor Penyebab terjadinya G 30 S PKI
1.
Faktor Malaysia
Negara
Federasi
Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam
insiden ini[1]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia
merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI,
menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan
G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya
menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
Soekarno
yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[2]
dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal
dengan sebutan "Ganyang Malaysia"
kepada negara Federasi
Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden
Indonesia. Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang
Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di
satu pihak Letjen Ahmad Yani
tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa
tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala
tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution
setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan
ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di
Indonesia.
2.
Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang
terlibat dalam perang
Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke
tangan komunisme.
Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50
juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik
dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada
tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini
dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh
Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan
Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram
Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk
melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan
tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober,
agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak
masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka,
dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Bali
dilakukan oleh PKI atau NU/PNI.
0 komentar:
Posting Komentar